Si kafir ini mengumpulkan emas curian dari wanita-wanita Yahudi tersebut. Ia meletakkan emas-emas itu di atas api dan membentuknya menjadi patung emas anak lembu. Ia membuat bagian perut anak sapi itu terbuka dari dua arah. Jika ada angin masuk ke dalam perut anak sapi, maka keluarlah suara seperti suara lenguhan anak lembu. Sehingga orang-orang Yahudi menduga bahwa patung anak lembu itu adalah tuhan.
Samiri berkata kepada mereka, "Inilah tuhan kalian dan tuhan Musa."
Samiri juga memanfaatkan masa sepuluh hari tambahan kepergian Musa. Ia berkata, "Musa telah mati dan inilah tuhan kalian dan tuhan Musa, maka sujudlah kalian kepadanya!"
Orang-orang Yahudi menaati perkataan Samiri lantaran kekufuran mereka. Mereka juga bersujud kepada patung anak lembu, kecuali Harun dan sejumlah orang-orang mukmin yang menolak bersujud kepada berhala emas yang disembah umat Yahudi itu, umat yang menjadi budak harta dan emas.
Ketika Musa hendak kembali kepada kaumnya. Allah mengabarkan kepadanya bahwa kaumnya telah menyembah dan bersujud kepada patung anak lembu, sehingga ia pun merasa sangat sedih.
Musa bergegas kembali kepada kaumnya. Ia melihat seekor anak sapi. Ia menduga Harun juga telah menyembah patung anak lembu itu bersama mereka. Musa memegang dan mencekik Harun seraya berkata. "Kenapa kamu biarkan mereka menyembah patung anak lembu itu, hai Harun, apakah kamu menyetujuinya?"
Harun menjawab, "Wahai Musa, wahai anak ibuku! Janganlah engkau lakukan ini terhadapku. Demi Allah, aku sungguh telah menasehati dan melarang mereka, tetapi mereka tetap berkeras ingin melakukannya. Aku kemudian menunggumu hingga engkau kembali dengan membawa perintah Allah untuk mereka."
Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku." Mereka menjawab: "Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami." (QS. Thaahaa [20] : 90-91)
Harun kemudian mendatangkan Samiri,
Berkata Musa: "Apakah yang mendorongmu (berbuat demikian) hai Samiri?" Samiri menjawab: "Aku mengetahui sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya, maka aku ambil segenggam dari jejak rasul lalu aku melemparkannya, dan demikianlah nafsuku membujukku." (QS. Thaahaa [20] : 95-96)
Lalu Musa berkata kepadanya, "Semoga Allah murka kepadamu, wahai Samiri. Pergilah kamu! Sungguh, hukuman bagimu adalah Allah akan menimpakan suatu penyakit kepadamu. Setiap kali kamu meletakkan tanganmu ke tubuhmu, maka kulitmu akan rontok sehingga kamu akan mengatakan, 'Jangan sentuh aku!'"
Musa membakar patung anak lembu itu. Setelah menjadi abu, ia membuangnya ke laut. Bani Israil sedih menangisi patung anak lembu itu. Lantas mereka pergi ke laut dan meminum air tempat patung anak lembu itu dibuang. Sungguh bodoh sekali mereka itu.
Lalu Allah SWT menghinakan mereka dengan menjadikan bibir mereka berwarna kuning. Musa berkata, "Wahai kaumku, sungguh kalian telah menganiaya diri kalian sendiri dengan menjadikan patung anak lembu sebagai sesembahan selain Allah. Dan sesungguhnya, hukuman untuk kalian adalah membunuh diri kalian sendiri, hingga Allah menerima tobat kalian."
Musa memerintahkan mereka yang menyembah anak sapi untuk masuk ke dalam rumah yang gelap gulita. Mereka mengikat diri mereka sendiri hingga orang-orang yang tidak menyembah anak sapi datang kepada mereka kemudian membunuh mereka dengan pedang. Sesungguhnya, tanda Allah telah menerima tobat mereka adalah turunnya sebuah kegelapan, kemudian kegelapan itu menghilang. Bila kegelapan telah hilang, berarti tobat mereka sudah diterima dan pembunuhan pun dihentikan.
Orang-orang yang tidak menyembah anak sapi mulai membunuh yang pernah menyembahnya, hingga anak-anak menangisi kematian ayah mereka dan kaum wanita pun menangisi kematian suaminya.
Musa tidak tega menyaksikan pemandangan itu. Ia menengadahkan tangannya berdoa memohon kepada Allah. Selanjutnya Allah mengabulkan doa Nabi-Nya dan menerima tobat mereka. Sehingga hilanglah kegelapan. Allah menerima tobat mereka yang masih hidup dan mengasihi orang-orang yang telah meninggal dunia.
Sumber: Kisah Teladan Dalam Al-Qur'an. Oleh: Hamid Ahmad ATh-Thahir. Hal. 92-95