Yang pertama kali harus kita lakukan terkait rezeki adalah meyakini keterjaminannya. Selama masih hidup, pasti ada jatahnya. Sebagai konsekuensi positif terkait hal ini, maka kerja menjadi hal lain. Hanya sarana menyambut. Hanya melakukan perintah Allah Ta’ala. Sama sekali bukan satu-satunya sebab diantarkannya rezeki kepada kita.
Bukankah saat masih di kandungan ibu, usia di bawah lima tahun, hingga masa remaja, kita juga tidak mampu bekerja? Akan tetapi, Allah Ta’ala tak pernah membuat kita kelaparan selama itu.
Imam Al-Ghazali mengatakan, “Hendaklah engkau tahu bahwa rezeki manusia itu telah dibagikan oleh Allah sebelum kita dilahirkan. Hal ini telah disebut secara jelas dalam Al-Kitab dan Hadis-hadis Rasulullah SAW. Bahkan, engkau pun tahu bahwa apa yang dibagikan-Nya tidak dapat diganti dan tidak pula diubah. Jika engkau menolak pembagian tersebut dan berharap agar diubah, maka berarti engkau mendekati kekufuran. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari pikiran semacam itu.”
Jika engkau mengetahui pembagian rezeki dari Allah itu benar adanya dan tidak mungkin berubah karena suatu hal, lalu mengapa kita menghalalkan segala cara untuk mencari rezeki, hingga lupa halal dan haram? Bahkan, melupakan kewajiban untuk beribadah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sudah tertulis di punggung ikan dan banteng tentang rezeki si fulan. Maka, orang yang tamak tidak akan mendapatkan tambahan selain dari kepayahannya sendiri.”
Gurunya Imam Al-Ghazali memberi nasihat, “Sesungguhnya apa yang ditakdirkan sebagai makanan yang engkau kunyah, maka tidak akan dikunyah oleh orang lain. Karena itu, makanlah bagian rezekimu itu dengan mulia, janganlah engkau memakannya dengan hina!”
Simaklah dengan cermat nasihat Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali berikut ini,
“Bisa jadi, kalian tidak tahu di mana rezekimu. Tetapi, rezeki mengetahui di mana posisimu. Jika rezeki ada di langit, maka Allah Ta’ala akan memerintahkannya supaya turun kepadamu. Andai rezekimu ada di bumi, Allah Ta’ala akan menyuruhnya agar muncul menemuimu. Dan jika rezekimu ada di lautan, Allah Ta’ala akan perintahkan padanya supaya timbul bersua denganmu.”
Disarikan dari Imam Al-Ghazali dalam Minhajul ‘Abidin dan beberapa sumber lainnya