Skip to main content

follow us

Penuh drama, tawanan Abu Hurairah r.a. itu memasang wajah memelas. Padahal ia tengah tertangkap basah mencuri gandum zakat fitrah dari sebuah gudang yang sedang dijaga sahabat nabi. Sinar bulan menyingkap gulita malam, menerangi wajah sendu pencuri itu. “Aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini,” rayu si pencuri. Terenyuh dengan akting menggugah, Abu Hurairah r.a. pun melepaskan pencuri itu.

Pagi harinya, Rasulullah saw menghampiri Abu Hurairah r.a. dan bertanya tentang peristiwa tersebut. Padahal tak ada yang melaporkannya kepada Nabi. Abu Hurairah r.a. pun menceritakan tentang tingkah drama si pencuri itu. “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi,” ujar Rasulullah saw.

Dan benar, malam harinya pencuri itu datang lagi. Tertangkap basah lagi. Bermain drama lagi. Dan kembali dilepaskan oleh Abu Hurairah r.a. karena hebatnya pencuri itu bermain peran.

Kejadian seperti itu berlangsung tiga malam. Terakhir, Abu Hurairah r.a. benar-benar tak akan melepaskannya. Tetapi si pencuri mengajarkan ayat kursi beserta fadhilahnya kepada Abu Hurairah r.a., hingga ia dilepaskan.

Pagi harinya, Rasulullah memberi tahu Abu Hurairah r.a. bahwa pencuri itu adalah setan yang menyamar. Ia memang jujur saat mengajarkan ayat kursi, tapi itu tumben-tumbenan. Karena sejatinya setan adalah pendusta.

*

Memang terkadang seorang penjahat yang sudah diujung tanduk, hendak diadili kejahatannya, memasang tampang memelas agar penegak hukum terenyuh. Tak segan air mata mengucur agar drama itu makin menyentuh. Tentu bahaya bila aparat terpengaruh.

Padahal keadilan tak boleh diintervensi oleh kepiluan si pesakitan. Hukuman memang mengerikan. Namun sanksi itu harusnya ditakuti ketika kejahatan hendak dilakukan, bukan setelah kejahatan terjadi.

Dalam surat An-Nuur ayat 2, Allah swt telah mewanti-wanti para penegak hukum agar tak terpengaruh rasa kasihan terhadap terdakwa sehingga mereka urung menghukum dengan sanksi yang sebenarnya.

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”

Terkecuali untuk orang-orang yang layak dimaklumi. Dalam sebuah riwayat, Umar bin Khattab r.a. pernah membebaskan terdakwa yang mencuri karena kelaparan. Setelah Umar bin Khattab r.a. yakin bahwa terdakwa itu benar-benar kepepet, Umar malah menebus apa yang telah dicurinya.

Belas kasih Umar bin Khattab r.a. itu berdasar. Tentu berbeda dengan belas kasihan hanya karena simpati terhadap pelaku kejahatan yang sedang terancam mendapat hukuman.

Seperti kisah perempuan bangsawan dari Bani Makhzum yang ketahuan mencuri. Peristiwa itu terjadi mengiringi masa penaklukan Mekkah. Orang-orang suku Quraisy heboh dan kelabakan dengan perbuatan wanita itu. Timbul pula rasa iba bila perempuan itu harus dihukum. Maka diutuslah Usamah bin Zaid r.a. untuk melobi Rasulullah.

Namun Rasulullah saw bersikap tegas. Ia pun berpidato di depan khalayak, dan mengucapkan ungkapan yang terkenal hingga sekarang, bahwa andai anaknya sendiri yang mencuri niscaya akan tetap dihukum.

"Wahai sekalian manusia, hanyasanya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak menghukum), sementara jika orang-orang yang rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya."

*

Jangan terbuai dengan air mata pelaku kejahatan. Jangan terkesima lantas tumbuh simpati kepada mereka. Hukum harus tegak. Kalau para pelaku kejahatan itu menangis, biarkanlah, karena itu bagian dari proses pembelajaran mereka. Tapi jangan pernah dijadikan alasan membelanya.

Oleh: Zico Alviandri
Sumber: http://www.ngelmu.com/2016/12/ketika-pelaku-kejahatan-meminta-belas-kasihan.html

Kisah Inspiratif Lainnya: