Skip to main content

follow us

Perang Badar berakhir dengan kekalahan telak di pihak kaum musyrikin Quraisy. Panji kesyirikan terhinakan dan para pembela thaghut luluh-lantak. Sebagian dari mereka ada yang terbunuh, Sebagian lagi berhasil ditawan dan sebagiannya lagi berhasil meloloskan diri.

Diantara para tawanan musyrikin terdapat Abu Al-'Ash, suami Zainab binti Muhammad SAW. Pada saat itu Zainab berada di Makkah sangat mengkhawatirkan suaminya, ia memeluk kedua anaknya sembari menangis dilanda kecemasan. Tiba-tiba tersiar kabar gembira yang menyebutkah bahwa Abu Al-'Ash tidak terbunuh, melainkan berada dalam tawanan mertuanya, Nabi Muhammad SAW.

Beberapa tentara musyrikin yang pulang dangan kepala tertunduk itu tiba di Makkah, Setelah pemimpin mereka terbunuh di sekitar Badar. Mereka membeberkan nama-nama yang ditawan. Para kerabat tawanan kemudian mengirimkan tebusan. Nabi SAW mensyaratkan tebusan kepada para tawanan. Jumlah tebusan yang ditetapkan Rasulullah berkisar antara 1000 - 4000 dirham, sesuai kedudukan setiap tawanan di kaumnya dan tergantung kekayaan mereka. Beberapa utusan pun pulang pergi antara Makkah dan Madinah dengan membawa uang tebusan.

Setelah kemenangan tersebut, para tawanan perang Badar digiring ke belakang kelompok yang menang. Pada saat Rasulullah SAW melihat mereka, Beliau berkata kepada para sahabatnya, "Perlakukanlah para tawanan dengan baik."

Abu Al-'Ash mununggu di tempat Nabi SAW hingga tibalah utusan-utusan Quraisy menebus para tawanan. Mereka meninggalkan jumlah tebusan, sampai-sampai ada seorang wanita bertanya mengenai jumlah tebusan yang tertinggi, lalu dikatakan kepadanya, "Empat ribu dirham," kemudian wanita itu mengirimkan tebusan dalam jumlah tersebut untuk menebus putranya.

Zainab RA. mengirimkan utusannya ke Madinah dengan membawa tebusan suaminya yakni Abu Al-'Ash. Dalam tebusan itu, Zainab menyertakan sebuah kalung yang dihadiahkan oleh ibunya yakni Khadijah binti Khuwailid pada masa pernikahannya dengan Abu Al-'Ash.

Amr bin Rabi', sudara laki-laki Abu Al-'Ash kemudian menghadap kepada Nabi SAW dan berkata kepada beliau, "Zainab binti Muhammad mengirimku untuk menebus suaminya, yakni saudara laki-lakiku, Abu Al-'ash bin Ar-Rabi'."

Amr bin Rabi' mengeluarkan sebuah kantong dari balik pakaiannya untuk menyerahkannya kepada Rasulullah SAW, dan di dalam kantong tersebut ternyata terdapat sebuah kalung. Ketika Rasulullah SAW melihat kalung itu, wajah beliau mendadak menunjukkan raut kesedihan yang amat dalam, beliau pun merasa kasihan terhadap putrinya. Lalu beliau menatap para sahabat beliau seraya berkata,
"Sesungguhnya Zainab mengirimkan uang ini untuk menebus Abu Al-'Ash. Jika kalian bersedia untuk melepaskan tawanan miliknya dan mengembalikan hartanya, maka lakukanlah."

Mereka semua menjawab dalam satu suara, "Baiklah wahai Rasulullah."

Saat itu juga Nabi Muhammad SAW mendekati menantunya yang tengah diliputi kegelisahan, beliau membisikkan kata-kata yang tidak diketahui oleh orang lain. Abu Al-'Ash tampak menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju, lalu Abu Al-'Ash memberi hormat dan pergi. Setalah Abu Al'Ash berjalan agak jauh, Rasulullah memberi pujian kepada Abu Al-'Ash, "Demi Allah kami tidak menyesal menjadikannya sebagai menantu."

Belakangan diketahui bahwa Nabi SAW memberikan syarat kepada Abu Al-'Ash sebelum membebaskannya yaitu agar Abu Al-'Ash segera memberangkatkan putrinya kepada beliau. Ketika Abu Al-'Ash tiba di Makkah, ia segera memenuhi janjinya kepada Rasulullah. Ia kemudian memerintahkan isterinya, Zainab RA., untuk bersiap-siap pergi menuju Madinah. Abu Al-'Ash memberitahukan kepada Zainab bahwa utusan-utusan ayahnya tengah menantinya, di tempat yang tidak jauh dari Makkah. Abu Al-'Ash menyiapkan kendaraan Zainab dan menugaskan saudara laki-lakinya, Amr bin Ar-Rabi', untuk menemaninya dan menyerahkannya langsung kepada para penjemput dari Madinah.

Amr bin Ar-Rabi' memikul busur panahnya dan membawa banyak sekali anak panah. Ia menempatkan Zainab ke dalam pelana tandunya di atas Unta dan pergi dengannya dari Makkah secara terang-terangan di siang hari, disaksikan banyak orang Quraisy. Orang-orang pun menjadi gaduh dan mengejar keduanya hingga mereka berhasil menemukan keduanya di tempat yang belum begitu jauh dari Makkah. Mereka mengintimidasi Zainab dan membuatnya takut. Diantara orang yang mengintimidasinya adalah Habbar bin Al-Aswad Al-Asadi yaitu orang yang menakut-nakutinya dengan menggunakan tombak. Habbar merasa sangat sedih atas ketiga saudaranya yang meninggal saat perang Badar di tangan para sahabat Muhammad SAW.

Habar menusuk seekor unta sehingga membuat penunggangnya terlempar ke tanah. Pada saat itu Amr berada di belakang Zainab dan memasang anak panahnya seraya berkata, "Demi Tuhan, tiada seorang pun yang mendekatiku melainkan telah aku sediakan sebuah anak panah untuknya."

Orang-orang yang hendak mengganggu Zainab pun kembali mundur. Sementara itu Abu Sufyan berdiri dari kejauhan seraya berkata kepada Amr, "Tahan anak panahmu hingga kami bicara denganmu."

Amr menahan anak panahnya dan Abu Sufyan pun kemudian maju hingga berada di dekat Amr dan berkata. "Apa yang engkau lakukan adalah keliru wahai Ibnu Ar-Rabi', engkau keluar bersama seorang wanita secara terang-terangan dengan disaksikan oleh banyak orang sementara itu engkau tahu musibah yang menimpa kami dan juga kesedihan kami. Orang-orang mengira bahwasanya itu adalah kehinaan yang menimpa kami dan juga kelemahan bagi kami. Kami tidak memiliki keinginan untuk menahan wanita itu, akan tetapi kembalilah dengannya hingga ketika suara orang-orang yang membicarakan bahwa kami telah mengembalikannya itu telah mereda, maka antar dan pertemukanlah wanita itu dengan ayahnya secara rahasia."

Amr setuju dengan hal itu dan ia pun mengembalikan Zainab ke Makkah. Tidak lama kemudian Amr membawa Zainab kepada para utusan ayahnya secara langsung sebagaimana yang dipesankan oleh saudaranya.

Kali ini, tidak ada seorang pun dari Makkah yang membuntutinya. Habar bersama rekannya merasa hina dan malu karena telah mengusir puteri Rasulullah SAW.  Hindun bin Utbah mencemooh dan mencibir mereka.

Sementara itu Amr bin Ar-Rabi' telah kembali ke Makkah, ia pun merasa bangga karena telah berhasil memenuhi janjinya kepada saudaranya.

Sumber: Anak Cucu Nabi. Oleh: Syaikh Abdul Mun'im Al-Hasyimi. Hal. 49-53

Kisah Inspiratif Lainnya: